Page 1 of 22

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR HK.01.07/MENKES/4829/2021

TENTANG

PEDOMAN PELAYANAN KESEHATAN MELALUI TELEMEDICINE PADA MASA

PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dengan semakin tingginya tingkat penularan

Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), perlu dilakukan

upaya penanggulangan melalui inovasi pemanfaatan

teknologi informasi dan komunikasi berupa telemedicine

dalam pemberian pelayanan kesehatan pada masa

pandemi COVID-19;

b. bahwa pelayanan kesehatan melalui pemanfaatan

teknologi informasi dan komunikasi berupa telemedicine

pada masa pandemi COVID-19 dapat diberikan pada

pasien COVID-19 yang melakukan isolasi mandiri dengan

tetap berdasarkan pada prinsip tata kelola klinis yang

optimal dan efektif;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan

Keputusan Menteri Kesehatan tentang Pedoman

Pelayanan Kesehatan Melalui Telemedicine Pada Masa

Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah

Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 3237);

jdih.kemkes.go.id

https://www.ainamulyana.xyz/2021/12/kepmenkes-nomor-hk0107-menkes-4829-2021.html

Couldn't preview file
There was a problem loading this page.

Page 2 of 22

- 2 -

2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik

Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4431);

3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang

Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4723);

4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4843) sebagaimana

telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun

2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11

Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016

Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5952);

5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5063) sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang

Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 6573);

6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)

sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir

dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang

Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

5679);

jdih.kemkes.go.id

https://www.ainamulyana.xyz/2021/12/kepmenkes-nomor-hk0107-menkes-4829-2021.html

Page 3 of 22

- 3 -

7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang

Kekarantinaan Kesehatan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2018 Nomor 128, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 6236);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2014 tentang

Sistem Informasi Kesehatan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2014 Nomor 126, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 5542);

9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 20 Tahun 2019

tentang Penyelenggaraan Pelayanan Telemedicine Antar

Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Berita Negara Republik

Indonesia Tahun 2019 Nomor 890);

10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 25 Tahun 2020

tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian

Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020

Nomor 1146);

11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 14 Tahun 2021

tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk Pada

Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko

Sektor Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia

Tahun 2021 Nomor 316);

12. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

HK.01.07/MENKES/413/2020 tentang Pedoman

Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease 2019

(COVID-19);

13. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

HK.01.07/MENKES/4641/2021 tentang Panduan

Pemeriksaan, Pelacakan, Karantina, dan Isolasi dalam

rangka Percepatan Pencegahan dan Pengendalian

Coronavirus Disease 2019 (COVID-19);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PEDOMAN

PELAYANAN KESEHATAN MELALUI TELEMEDICINE PADA

MASA PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19).

jdih.kemkes.go.id

https://www.ainamulyana.xyz/2021/12/kepmenkes-nomor-hk0107-menkes-4829-2021.html

Page 4 of 22

- 4 -

KESATU : Menetapkan Pedoman Pelayanan Kesehatan Melalui

Telemedicine Pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019

(COVID-19) sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri

ini.

KEDUA : Pedoman Pelayanan Telemedicine Pada Masa Pandemi COVID- 19 sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU digunakan

sebagai acuan bagi pemerintah pusat, pemerintah daerah,

dokter dan tenaga kesehatan lain, fasilitas pelayanan

kesehatan, penanggung jawab aplikasi telemedicine, dan

pemangku kepentingan terkait dalam penyelenggaraan

pelayanan kesehatan melalui telemedicine pada masa pandemi

COVID-19.

KETIGA : Pelayanan kesehatan melalui telemedicine pada masa pandemi

COVID-19 sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA

merupakan pelayanan kesehatan jarak jauh dengan

menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk

pemberian informasi kesehatan, diagnosis, pengobatan,

pencegahan perburukan, evaluasi kondisi kesehatan pasien,

dan/atau pelayanan kefarmasian, termasuk untuk

pemantauan terhadap pasien COVID-19 yang melakukan

isolasi mandiri, yang dilakukan oleh dokter dan tenaga

kesehatan lain pada fasilitas pelayanan kesehatan sesuai

dengan kompetensi dan kewenangannya dengan tetap

memperhatikan mutu pelayanan dan keselamatan pasien.

KEEMPAT : Pemantauan terhadap pasien COVID-19 yang melakukan

isolasi mandiri sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETIGA

dapat diberikan penggantian biaya yang dibebankan kepada

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang

pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

KELIMA : Kementerian Kesehatan, dinas kesehatan daerah provinsi, dan

dinas kesehatan daerah kabupaten/kota melakukan

pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pelayanan

telemedicine pada masa pandemi COVID-19 sesuai dengan

kewenangan masing-masing berdasarkan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

jdih.kemkes.go.id

https://www.ainamulyana.xyz/2021/12/kepmenkes-nomor-hk0107-menkes-4829-2021.html

Page 5 of 22

- 5 -

KEENAM : Pada saat Keputusan Menteri ini mulai berlaku, Surat Edaran

Menteri Kesehatan Nomor HK.02.01/MENKES/303/2020

tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Melalui

Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi Dalam

Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019

(COVID-19), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

KETUJUH : Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 6 Juli 2021

MENTERI KESEHATAN

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BUDI G. SADIKIN

jdih.kemkes.go.id

https://www.ainamulyana.xyz/2021/12/kepmenkes-nomor-hk0107-menkes-4829-2021.html

Page 6 of 22

- 6 -

LAMPIRAN

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR HK.01.07/MENKES/4829/2021

TENTANG

PEDOMAN PELAYANAN KESEHATAN

MELALUI TELEMEDICINE PADA MASA

PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE

2019 (COVID-19)

PEDOMAN PELAYANAN KESEHATAN MELALUI TELEMEDICINE PADA MASA

PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) telah dinyatakan oleh WHO

sebagai pandemi dan penyebaran COVID-19 di Indonesia saat ini sudah

semakin meningkat dan meluas lintas wilayah dan lintas negara yang

ditandai dengan peningkatan jumlah kasus dan penyebaran serta telah

terjadi transmisi epidemiologi.

Orang yang paling berisiko tertular infeksi COVID-19 ini adalah orang

yang kontak erat dengan pasien COVID-19 termasuk dokter dan tenaga

kesehatan lain yang memberikan asuhan medis dan asuhan pelayanan

kesehatan lain di fasilitas pelayanan kesehatan. Orang yang terinfeksi

COVID-19 memiliki gejala yang beragam baik tanpa gejala/asimtomatis,

gejala ringan, gejala sedang, gejala berat, dan kritis yang semuanya

membutuhkan pemeriksaan laboratorium NAAT termasuk RT-PCR atau

rapid test negatif untuk dinyatakan tidak terinfeksi COVID-19. Hubungan

tatap muka antara dokter sebagai pemberi pelayanan kesehatan dan

pasien sebagai penerima pelayanan kesehatan menjadi rawan terhadap

penyebaran penyakit infeksi termasuk COVID-19, baik penyebaran dari

pasien kepada dokter maupun penyebaran dari dokter yang sudah

terinfeksi sebelumnya sebagai kontak erat dengan pasien dengan kasus

probable dan kasus konfirmasi kepada pasien lain. Untuk itu dibutuhkan

jdih.kemkes.go.id

https://www.ainamulyana.xyz/2021/12/kepmenkes-nomor-hk0107-menkes-4829-2021.html

Page 7 of 22

- 7 -

langkah-langkah dalam melakukan pencegahan terhadap penyebaran

COVID-19, salah satunya dengan pembatasan pelayanan kesehatan

secara tatap muka melalui pemanfaatan teknologi informasi dan

komunikasi berupa telemedicine.

Pada prinsipnya pasien terkonfirmasi COVID-19 yang tanpa gejala

dan gejala ringan tidak memerlukan rawat inap di rumah sakit. Pasien

harus menjalani isolasi selama 10 (sepuluh) hari sejak pengambilan

spesimen diagnosis konfirmasi atau sejak muncul gejala ditambah 3 (tiga)

hari bebas gejala demam dan gangguan pernafasan. Isolasi dapat

dilakukan baik secara isolasi mandiri di rumah maupun isolasi terpusat

di fasilitas publik yang dipersiapkan pemerintah pusat, pemerintah

daerah, maupun swasta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Isolasi ini penting untuk mengurangi tingkat penularan yang

terjadi di masyarakat. Pasien yang menjalani isolasi harus menjalankan

aturan-aturan terkait Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) dan

dilakukan monitoring secara berkala baik secara luring melalui

kunjungan rumah maupun secara daring melalui telemedicine. Pasien

COVID-19 sebaiknya diberikan informasi berisi hal-hal yang harus

diketahui dan dilaksanakan, pasien diminta melakukan pengukuran suhu

tubuh sebanyak 2 (dua) kali sehari. Setelah 10 (sepuluh) hari pasien akan

kontrol ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) terdekat.

Agar pelayanan kesehatan melalui pemanfaatan teknologi informasi

dan komunikasi berupa telemedicine dan pemantauan pasien COVID-19

yang melakukan isolasi mandiri secara daring dapat dilaksanakan secara

terstandar berdasarkan tata kelola klinis yang optimal dan efektif,

diperlukan suatu pedoman yang secara khusus mengatur terkait

pelayanan telemedicine pada masa pandemi COVID-19 dan pemantauan

pasien COVID-19 yang melakukan isolasi mandiri.

B. Tujuan

1. Terselenggaranya upaya pencegahan dan pengendalian penyebaran

COVID-19 antara dokter dan pasien di fasilitas pelayanan kesehatan

melalui pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi berupa

telemedicine.

2. Terlaksananya pemantauan secara daring pada pasien COVID-19

yang melakukan isolasi mandiri oleh dokter dan tenaga kesehatan

lain melalui telemedicine yang optimal dan efektif.

jdih.kemkes.go.id

https://www.ainamulyana.xyz/2021/12/kepmenkes-nomor-hk0107-menkes-4829-2021.html

Page 8 of 22

- 8 -

3. Terkendalinya rujukan pasien COVID-19 ke rumah sakit, melalui

pencegahan perburukan kondisi kesehatan pasien COVID-19 yang

melakukan isolasi mandiri.

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup Pedoman Pelayanan Telemedicine Pada Masa Pandemi

COVID-19 terdiri atas:

1. Penyelenggaraan pelayanan telemedicine pada masa pandemi

COVID-19.

2. Penyelenggaraan pemantauan secara daring kepada pasien COVID-19

yang menjalani isolasi mandiri.

3. Pembinaan dan pengawasan.

jdih.kemkes.go.id

Page 9 of 22

- 9 -

BAB II

PENYELENGGARAAN PELAYANAN TELEMEDICINE

PADA MASA PANDEMI COVID-19

A. Fasilitas Pelayanan Kesehatan Penyelenggara Pelayanan Telemedicine

Fasilitas pelayanan kesehatan penyelenggara pelayanan telemedicine pada

masa pandemi COVID-19, terdiri atas:

1. rumah sakit;

2. puskesmas;

3. klinik;

4. praktik mandiri dokter/dokter gigi dan dokter spesialis/dokter gigi

spesialis;

5. laboratorium medis; dan

6. apotek.

Pelayanan kesehatan melalui telemedicine yang dilakukan oleh fasilitas

pelayanan kesehatan tersebut dapat menggunakan aplikasi yang telah

dikembangkan oleh fasilitas pelayanan kesehatan itu sendiri atau

bekerjasama dengan aplikasi lain milik pemerintah atau swasta.

B. Kegiatan Pelayanan Kesehatan Melalui Telemedicine

Pelayanan kesehatan yang dapat dilakukan melalui telemedicine meliputi:

1. Konsultasi Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE)

Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) kesehatan merupakan

bentuk upaya promosi kesehatan untuk mencari informasi kesehatan

seputar gaya hidup sehat, diet, informasi olah raga dan kebugaran

tubuh, informasi terkait COVID-19, dan informasi kesehatan lainnya.

Pelayanan konsultasi KIE kesehatan tidak hanya dilakukan oleh

dokter saja, akan tetapi dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan lain

yang kompeten sesuai dengan kewenangannya.

2. Konsultasi Klinis

Konsultasi klinis merupakan pelayanan kesehatan yang diberikan

oleh dokter melalui telemedicine meliputi:

a. Anamnesa, mencakup keluhan utama, keluhan penyerta,

riwayat penyakit yang diderita saat ini, penyakit lainnya atau

faktor risiko, informasi keluarga dan informasi terkait lainnya

yang ditanyakan oleh dokter kepada pasien/keluarga secara

daring.

jdih.kemkes.go.id

Page 10 of 22

- 10 -

b. Pemeriksaan fisik tertentu yang dilakukan melalui audiovisual.

c. Pemberian anjuran/nasihat yang dibutuhkan berdasarkan hasil

pemeriksaan penunjang dan/atau hasil pemeriksaan fisik

tertentu. Hasil pemeriksaan penunjang dapat dilakukan oleh

pasien dengan menggunakan modalitas/sumber daya yang

dimilikinya atau berdasarkan anjuran pemeriksaan penunjang

sebelumnya atas instruksi dokter. Anjuran/nasihat dapat

berupa pemeriksaan kesehatan lanjutan ke fasilitas pelayanan

kesehatan.

d. Penegakan diagnosis, dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan

yang sebagian besar didapat dari anamnesa, pemeriksaan fisik

tertentu, atau pemeriksaan penunjang.

e. Penatalaksanaan dan pengobatan pasien, dilakukan

berdasarkan penegakan diagnosis yang meliputi

penatalaksanaan nonfarmakologi dan farmakologi, serta

tindakan kedokteran terhadap pasien/keluarga sesuai

kebutuhan medis pasien. Dalam hal dibutuhkan tindakan

kedokteran atau penatalaksanaan lebih lanjut, pasien

disarankan untuk melakukan pemeriksaan lanjutan ke fasilitas

pelayanan kesehatan.

f. Penulisan resep obat dan/atau alat kesehatan, diberikan kepada

pasien sesuai dengan diagnosis.

1) Dokter yang menuliskan resep elektronik obat dan/atau

alat kesehatan harus bertanggung jawab terhadap isi dan

dampak yang mungkin timbul dari obat yang ditulis dalam

resep elektronik. Penulisan resep elektronik dikecualikan

untuk obat golongan narkotika dan psikotropika, obat

injeksi (kecuali insulin untuk penggunaan sendiri), dan

implan KB. Salinan resep elektronik harus disimpan dalam

bentuk cetak dan/atau elektronik sebagai bagian dokumen

rekam medik.

2) Peresepan elektronik obat dan/atau alat kesehatan dapat

dilakukan secara tertutup atau secara terbuka, dengan

ketentuan:

a) Peresepan elektronik secara tertutup dilakukan melalui

aplikasi dari dokter ke fasilitas pelayanan kefarmasian.

jdih.kemkes.go.id

Page 11 of 22

- 11 -

b) Peresepan elektronik secara terbuka dilakukan dengan

cara pemberian resep elektronik kepada pasien,

selanjutnya pasien menyerahkan resep kepada fasilitas

pelayanan kefarmasian. Peresepan elektronik secara

terbuka membutuhkan kode identifikasi resep

elektronik yang dapat diperiksa keaslian dan

validitasnya oleh fasilitas pelayanan kefarmasian.

c) Resep elektronik digunakan hanya untuk 1 (satu) kali

pelayanan resep/pengambilan sediaan farmasi, alat

kesehatan, Bahan Medis Habis Pakai (BMHP),

dan/atau suplemen kesehatan dan tidak dapat diulang

(iter).

g. Penerbitan surat rujukan untuk pemeriksaan atau tindakan

lebih lanjut ke laboratorium dan/atau fasilitas pelayanan

kesehatan lainnya sesuai hasil penatalaksanaan pasien.

3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang merupakan salah satu kegiatan yang

dilakukan dalam rangka penegakan diagnosis dan/atau follow up

kondisi kesehatan pasien.

Pemeriksaan penunjang dilakukan melalui uji laboratorium yang

pelaksanaannya dapat menggunakan aplikasi milik laboratorium

medis ataupun fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yang memiliki

pelayanan laboratorium medis. Pemeriksaan laboratorium melalui

telemedicine, baik atas permintaan dokter di fasilitas pelayanan

kesehatan maupun atas permintaan pasien sendiri dengan cara

pasien mengunjungi laboratorium medis atau fasilitas pelayanan

kesehatan lainnya yang memiliki pelayanan laboratorium medis, atau

petugas laboratorium medis yang melakukan kunjungan kepada

pasien (home visit) untuk pengambilan sampel, mulai dari:

a. pendaftaran;

b. penjadwalan pemeriksaan; dan

c. penyelesaian hasil pemeriksaan beserta waktu pengambilannya.

Dalam hal laboratorium medis dan fasilitas pelayanan kesehatan

lainnya yang memiliki pelayanan laboratorium medis melakukan

pemeriksaan COVID-19 harus ditetapkan sebagai laboratorium

pemeriksa COVID-19 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

jdih.kemkes.go.id

Page 12 of 22

- 12 -

4. Pelayanan Telefarmasi

Pelayanan telefarmasi di fasilitas pelayanan kefarmasian

dilaksanakan dengan ketentuan:

a. Pelayanan resep elektronik dilaksanakan oleh apoteker dengan

mengacu pada standar pelayanan kefarmasian sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

b. Apoteker melakukan komunikasi dengan dokter penulis resep

untuk melakukan konfirmasi atau memberikan rekomendasi

yang dapat menyebabkan perubahan pada resep elektronik.

c. Sediaan farmasi, alat kesehatan, BMHP, dan/atau suplemen

kesehatan yang disiapkan berdasarkan resep elektronik dapat

diserahkan kepada pasien/keluarga pasien di fasilitas pelayanan

kefarmasian, atau melalui pengantaran sediaan farmasi, alat

kesehatan, BMHP, dan/atau suplemen kesehatan.

Ketentuan dalam pengantaran sediaan farmasi, alat kesehatan,

BMHP, dan/atau suplemen kesehatan kepada pasien sebagai berikut:

a. Pengantaran dilakukan oleh petugas fasilitas pelayanan

kefarmasian atau melalui jasa pengantaran;

b. Fasilitas pelayanan kefarmasian atau jasa pengantaran dalam

melakukan pangantaran, harus:

1) menjamin keamanan dan mutu sediaan farmasi, alat

kesehatan, BMHP, dan/atau suplemen kesehatan yang

diantar;

2) menjaga kerahasiaan pasien;

3) mengantarkan sediaan farmasi, alat kesehatan, BMHP,

dan/atau suplemen kesehatan dalam wadah yang tertutup

dan tidak tembus pandang;

4) memastikan sediaan farmasi, alat kesehatan, BMHP,

dan/atau suplemen kesehatan yang diantarkan sampai

pada tujuan;

5) mendokumentasikan serah terima sediaan farmasi, alat

kesehatan, BMHP, dan/atau suplemen kesehatan; dan

6) pengantaran dilengkapi dengan dokumen pengantaran, dan

nomor telepon yang dapat dihubungi.

c. Apoteker wajib menyampaikan informasi sediaan farmasi, alat

kesehatan, BMHP, dan/atau suplemen kesehatan kepada pasien

secara tertulis dan/atau melalui sistem elektronik dan

jdih.kemkes.go.id

Page 13 of 22

- 13 -

melakukan konseling serta pemantauan penggunaan obat jika

diperlukan.

d. Pasien yang telah menerima sediaan farmasi, alat kesehatan,

BMHP, dan/atau suplemen kesehatan harus menggunakan obat

sesuai dengan resep dokter dan informasi dari apoteker.

jdih.kemkes.go.id